Cirebon memiliki
banyak kesenian daerah dan beberapa diantaranya sudah terkenal di seantero
nusantara. Bahkan tidak sedikit yang dipentaskan di negeri orang. Beberapa
jenis kesenian yang dimiliki Cirebon saat ini, antara lain :
Tari Topeng
Tari topeng adalah
salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari
topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Dalam tarian ini
biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara simultan, yaitu
topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah.
Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin
keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan.
Tarian ini diawali
dengan formasi membungkuk. Formasi ini melambangkan penghormatan kepada
penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki
para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan
tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan ini kemudian dilanjutkan
dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai
topeng berwarna putih. Topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukkan pendahuluan
sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para
penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng
yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru. Proses serupa juga
dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring
dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan
sang penari juga semakin keras dan cepat. Puncak alunan musik paling keras
terjadi ketika topeng warna merah dipakai penari tersebut.
Sintren
Kesenian sintren
merupakan seni tari yang dimainkan oleh perempuan yang masih muda belia. Konon,
pemain sintren haruslah seorang gadis, karena kalau sintren dimainkan oleh
wanita yang sudah bersuami, maka pertunjukkan dianggap kurang pas.
Sintren diiringi oleh
gamelan yang terus dimainkan selama pertunjukkan berlangsung. Awalnya, ketika
muncul di atas panggung, sintren diikat dengan tali tambang mulai dari leher
hingga kaki, sehingga secara logika tidak mungkin sintren dapat melepaskan
ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu sintren dimasukkan ke dalam sebuah
carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal pakaian
pengganti.
Selama beraksi, dua
orang yang disebut pawang tak henti-hentinya membaca doa dengan asap kemenyan
mengepul. Juru kawih pun terus berulang-ulang nembang. Ketika kurungan dibuka,
anehnya sang sintren telah berganti busana lengkap dengan kacamata hitam.
Setelah itu sang sintren pun akan menari.
Tarian sintren sendiri
lebih mirip orang yang ditinggalkan rohnya. Terkesan monoton dengan gesture
yang kaku dan kosong. Namun disinilah letak keunikan kesenian ini. Saat sang
sintren menari, para penonton akan melemparkan uang logam ke tubuh sang penari.
Ketika uang logam itu mengenai tubuhnya, maka penari sintren pun akan pingsan
dan baru akan bangun kembali setelah diberi mantra-mantra oleh sang pawang.
Setelah bangun
kembali, sang penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai jatuh
pingsan lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Konon, ketika menari
tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias kerasukan.
Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang sintren berada di
bawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal dalam pertunjukkan
yang jarang tersebut. Terlepas dari ada tidaknya unsur magis dalam kesenian
ini, tetap saja kesenian ini cukup menarik untuk disaksikan.
Kesenian Gembyung
Kesenian Gembyung
Seni gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang didominasi oleh alat musik yang disebut waditra (semacam terompet). Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian gembyung yang tidak menggunakan waditra.
Kesenian ini banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapagsri, dan lain-lain. Pada perkembangannya, kesenian gembyung banyak dikombinasikan dengan kesenian lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian ini telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu tarling dan jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukkan gembyung.
Gembyung dapat ditemukan di daerah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), bangker dan kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukkan gembyung tersebut antara lain “assalamualaikum”, “basmallah”, “salawat nabi”, dan “salawat badar”. Busana yang digunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah salat seperti memakai kopeah (peci), baju kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.
Sumber: Harian Umum
Kabar Cirebon edisi Sabtu, 30 April 2011, dengan perubahan dan penambahan
seperlunya.
Mantaaps gan..
ReplyDelete